Senin, 07 Juni 2010

Pengaruh kondisi psikologis dan status gizi terhadap penampilan puncak atlet sepakbola

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar`Belakang
Sepakbola merupakan olahraga yang paling populer diseluruh dunia. Diperkirakan hampir lebih dari 100 juta penduduk dunia memainkan olahraga ini. Olahraga sepakbola ini tidak hanya dimainkan oleh para atlet dalam liga-liga profesional dunia namun juga dimainkan oleh anak-anak hingga orang dewasa baik di dalam gang-gang sempit, di tanah-tanah kosong atau juga lapangan-lapangan sepakbola yang tersedia. Di dalam liga-liga sepakbola profesional, selain metode latihan yang baik, bakat yang dimiliki oleh seorang pemain, kehebatan seorang pelatih serta sistim manajemen klub yang baik, prestasi dari klub-klub tersebut juga akan dipengaruhi oleh pemilihan nutrisi dan kondisi psikologis atlet itu sendiri.
Betapa seringnya kita membaca pernyataan pengurus, pelatih, dan komentator olahraga bahwa kekalahan atlet kita di lapangan olahraga disebabkan oleh factor psikologis. Sebaliknya, betapa langkahnya atau bahkan hamper tidak pernah kita mendengar atau membaca pernyataan mereka bahwa kemenangan atlet di lapangan disebabkan oleh faktor psikologis maaka faktor psikologis seolah-olah memiliki atribut negative bagi diri seorang atlet. Padahal, banyak penelitian telah membuktikan bahwa factor psikologis seringkali menjadi factor yang sangat menentukan bagi seorang atlet untuk meraih kemenangan. Dalam olahraga prestasi, peran psikolog olahraga dominan dalam mendongkrak prestasi para atlet.
Weinberg dan Gould ( dalam Satiadarma, 2000:22) menyatakan psikolog mempresepsi bentuk intervesi yang dinilai berhasil untuk memperbaiki prestasi serta kondisi atlet ataupun individu pada umumnya dalam hubungannya dengan kegiatan olahraganya Yaitu:
1. Orientasi Behavioral
Orientasi behavioral menekankan bahwa factor penentu perilaku atlet bersumber dari lingkungan. Masalah kepribadian, presepsi serta proses berpikir atlet dianggap tidak terlalu besar peranannya dibandingkan dengan peran factor eksternal seperti diterapkannya penguat dan hukuman atas suatu perilaku sehingga mempengaruhi munculnya perilaku. Hokum teori belajar yang mengemukakan bahwa pemberian hadiah cenderung mempengaruhi idividu untuk mengulangi perilakunya merupakan bukti bahwa perubahan perilaku dapat terlaksana dapat terlaksanan melalui manipulasi lingkungan secara sistematis.
2. Orientasi Psikofisiologis
Para penganut faham ini bertanggapan bahwa untuk memahami perilaku seseorang dalam olhraga dan latihan adalah melalui kajian proses fisiologis yang terjadi pada daerah otak dan mempengaruhi aktivitas fisik seseorang. Penganut paham ini misalnya melakukan studi korelasi untuk menemukan korelasi hubungan antara detak nadi, kerja gelombang otak dan aktivitas otak.
3. Orientasi Behavior-Koknitif
Penganut paham ini beranggapan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi baik oleh lingkungan maupun proses berpikirnya. Karena dalam proses berpikir itu di tentukan pula bagaimana seseorang menginterpretasikan kejadian di lingkungannya dan interpretasi individu tersebu selanjutnya mempengaruhi perilaku individu atau respon individu terhadap lingkungannya.

Tentu saja dengan bekal ilmu psikologi. Perpaduan ilmu fisik manusia dengan ilmu psikis membuat pemahaman terhadap manusia lebih komplet. Banyak metode pelatihan yang merupakan sumbangan langsung dari dunia psikologi olahraga. Selain dengan terjun langsung di lapangan, psikologi olahraga juga memberi sumbangan melalui riset. Riset tentang hubungan antara gerak tubuh dan konsep mental memberikan masukan bagi pengembangan teknik kepelatihan maupun pengembangan cabang olahraga itu sendiri. Sehingga dalam hal ini tentunya kondisi psikologis saja kurang untuk menelaah penampilan atlet, status gizi ternyata juga harus diperhatikan.
Para ilmuan olahraga dalam hal ini sangatlah berperan demi memajukan prestasi para atlet.. Maka dengan penjelasan diatas serta fakta-fakta yang mendukung, sehingga menarik minat saya untuk mengadakan penelitian “Pengaruh Kondisi Psikologis dan Status Gizi Terhadap Penampilan Puncak Atlet Sepakbola” sekaligus judul ini merupakan hal yang sangat penting untuk dikaji secara benar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan kajian pada latar belakang dan alasan pemilihan judul tersebut, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini,sebagai berikut :
1. Aspek psikologis apa yang paling berperan penting dalam penampilan atlet?
2. Apa saja kandungan gizi yang seharusnya dikonsumsi atlet sebelum, sesaat dan sesudah latihan?
3. Bagaimana kebutuhan cairan bagi atlet sepakbola?
C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka penulisan karya tulis ilmiah ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui aspek psikologis yang paling berperan penting penampilan atlet.
2. Mengetahui beberapa kandungan gizi yang seharusnya dikonsumsi atlet sebelum, sesaat dan sesudah latihan
3. Mengetahui kebutuhan cairan atlet sepakbola

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penulisan karya tulis ilmiah ini adalah:
1. Manfaat teoritis
Makalah ini diharapkan dapat digunakan untuk perkembangan khasanah keilmuan olahraga yang di fokuskan terhadap pengoptimalan penampilan atlet saat bertanding.
2. Manfaaat praktis
a. Menambah pengetahuan serta pengalaman penulis baik secara teori maupun praktek dalam metodologi kepelatihan dalam mengoptimalkan kemampuan atlet.
b. Dapat digunakan mahasiswa, dosen, guru dan lainnya sebagai sumber yang ingin di ketahui.

E. Definisi Istilah

1. Kondisi psikologis

Kondisi yaitu persyaratan atau keadaan (Poermadarmita, 1976 : 519)). Psikologis berawal dari kata psikologi, menurut Yusuf (dalam sumber, terlampir) Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya, mulai dari perilaku sederhana sampai yang kompleks.. Ilmu psikologi diterapkan pula ke dalam bidang olahraga yang lalu dikenal sebagai psikologi olahraga. Penerapan psikologi ke dalam bidang olahraga ini adalah untuk membantu agar bakat olahraga yang ada dalam diri seseorang dapat dikembangkan sebaik-baiknya tanpa adanya hambatan dan faktor-faktor yang ada dalam kepribadiannya.
2. Status gizi
Status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok-kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat gizi yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri oleh Almatsier (dalam Pamularsih, 2009 : 7).
3. Penampilan puncak
Penampilan puncak adalah penampilan optimum yang dapat dicapai seseorang hal ini merupakan bukan penampilan maksimum. Dalam konteks ini bisa jadi seorang atlet tidak tampak berusaha terlalu keras untuk memenangkan pertandingan namun apa yang dilakukan terlihat minim kesalahan dan tetap selalu membuahkan hasil seperti harapan Anshel (dalam Satiadarma, 2000 : 159)
4. Sepakbola
Sepak bola adalah Suatu jenis olahraga yang dimainkan oleh dua kelompok berlawanan yang masing-masing berjuang untuk memasukkan bola ke gawang kelompok lawan. Masing-masing kelompok beranggotakan sebelas pemain, dan karenanya kelompok tersebut juga dinamakan kesebelasan (Nuraga, 2008 : 1 )

BAB II
KAJIAN TEORI
A. Konsep Kondisi Psikologis
1. Pengertian Kondisi Psikologis
Kondisi yaitu persyaratan atau keadaan (Poermadarmita, 1976 : 519)). Psikologis berawal dari kata psikologi, menurut Yusuf (dalam sumber, terlampir) Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya, mulai dari perilaku sederhana sampai yang kompleks.. Ilmu psikologi diterapkan pula ke dalam bidang olahraga yang lalu dikenal sebagai psikologi olahraga. Penerapan psikologi ke dalam bidang olahraga ini adalah untuk membantu agar bakat olahraga yang ada dalam diri seseorang dapat dikembangkan sebaik-baiknya tanpa adanya hambatan dan faktor-faktor yang ada dalam kepribadiannya.
. Dengan kata lain, tujuan umum dari psikologi olahraga adalah untuk membantu seseorang agar dapat menampilkan prestasi optimal, yang lebih baik dari sebelumnya. maka dapat disimpulkan maksud dari kondisi psikologis disini yaitu kondisi kejiwaan atlet.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi psikologis yaitu kondisi kejiwaan atlet, dalam hal ini nampak dalam perilaku atlet sebelum, sesaat dan setelah bertanding.

2. Aspek-aspek Psikologis yang Berperan dalam Olahraga
Pengaruh faktor psikologis pada atlet akan terlihat dengan jelas pada saat atlet tersebut bertanding. Berikut ini akan diuraikan beberapa masalah psikologis yang paling sering timbul di kalangan olahraga, khususnya dalam kaitannya dengan pertandingan dan masa latihan.
a. Berpikir Positif
Berpikir positif dimaksudkan sebagai cara berpikir yang mengarahkan sesuatu ke arah positif, melihat segi baiknya. Hal ini perlu dibiasakan bukan saja oleh atlet, tetapi terlebih-lebih bagi pelatih yang melatihnya. Dengan membiasakan diri berpikir positif, maka akan berpengaruh sangat baik untuk menumbuhkan rasa percaya diri, meningkatkan motivasi, dan menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Berpikir positif merupakan modal utama untuk dapat memiliki ketrampilan psikologis atau mental yang tangguh.
b. Penetapan Sasaran
Penetapan sasaran (goal setting) merupakan dasar dan latihan mental. Pelatih perlu membantu setiap atletnya untuk menetapkan sasaran, baik sasaran dalam latihan maupun dalam pertandingan. Sasaran tersebut mulai dan sasaran jangka panjang, menengah, sampai sasaran jangka pendek yang lebih spesifik.
c. Motivasi
Motivasi dapat dilihat sebagai suatu proses dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu sebagai usaha dalam mencapai tujuan tertentu. Motivasi yang kuat menunjukkan bahwa dalam diri orang tersebut tertanam dorongan kuat untuk dapat melakukan sesuatu.
Ditinjau dari fungsi diri seseorang, motivasi dapat dibedakan antara motivasi yang berasal dan luar (ekstrinsik) dan motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri (intrinsik). Dengan pendekatan psikologis diharapkan atlet dalam setiap penampilannya dapat memperlihatkan motivasi yang kuat untuk bermain sebaik-baiknya, sehingga dapat memenangkan pertandingan.
d. Emosi
Faktor-faktor emosi dalam diri atlet menyangkut sikap dan perasaan atlet secara pribadi terhadap diri sendiri, pelatih maupun hal-hal lain di sekelilingnya. Bentuk-bentuk emosi dikenal sebagai perasaan seperti senang, sedih, marah, cemas, takut, dan sebagainya. Bentuk-bentuk emosi tersebut terdapat pada setiap orang. Akan tetapi yang perlu diperhatikan di sini adalah bagaimana kita mengendalikan emosi tersebut agar tidak merugikan diri sendiri.
e. Kecemasan dan Ketegangan
Kecemasan biasanya berhubungan dengan perasaan takut akan kehilangan sesuatu, kegagalan, rasa salah, takut mengecewakan orang lain, dan perasaan tidak enak lainnya. Kecemasan-kecemasan tersebut membuat atlet menjadi tegang, sehingga bila ia terjun ke dalam pertandingan maka dapat dipastikan penampilannya tidak akan optimal. Untuk itu, telah banyak diketahui berbagai teknik untuk mengatasi kecemasan dan ketegangan yang penggunaannya tergantung dari macam kecemasannya.
f. Kepercayaan Diri
Dalam olahraga, kepercayaan diri sudah pasti menjadi salah satu faktor penentu suksesnya seorang atlet. Masalah kurang atau hilangnya rasa percaya diri terhadap kemampuan diri sendiri akan mengakibatkan atlet tampil di bawah kemampuannya. Karena itu sesungguhnya atlet tidak perlu merasa ragu akan kemampuannya, sepanjang ia telah berlatih secara sungguh-sungguh dan memiliki pengalaman bertanding yang memadai.
g. Komunikasi
Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi dua arah, khususnya antara atlet dengan pelatih. Masalah yang sering timbul dalam hal kurang terjalinnya komunikasi yang baik antara pelatih dengan atletnya adalah timbulnya salah pengertian yang menyebabkan atlet merasa diperlakukan tidak adil, sehingga tidak mau bersikap terbuka terhadap pelatih. Akibat lebih jauh adalah berkurangnya kepercayaan atlet terhadap pelatih.
h. Konsentrasi
Konsentrasi merupakan suatu keadaan di mana kesadaran seseorang tertuju kepada suatu obyek tententu dalam waktu tertentu. Makin baik konsentrasi seseorang, maka makin lama ia dapat melakukan konsentrasi. Dalam olahraga, konsentrasi sangat penting peranannya. Dengan berkurangnya atau terganggunya konsentrasi atlet pada saat latihan, apalagi pertandingan, maka akan timbul berbagai masalah.
i. evaluasi diri
Evaluasi diri dimaksudkan sebagai usaha atlet untuk mengenali keadaan yang terjadi pada dirinya sendiri. Hal ini perlu dilakukan agar atlet dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan dirinya pada saat yang lalu maupun saat ini. Dengan bekal pengetahuan akan keadaan dirinya ini maka pemain dapat memasang target latihan maupun target pertandingan dan cara mengukurnya. Kegunaan lainnya adalah untuk mengevaluasi hal-hal yang telah dilakukannya, sehingga memungkinkan untuk mengulangi penampilan terbaik dan mencegah terulangnya penampilan buruk (Sumber, terlapir).
B. Konsep Status Gizi
1. Pengertian status gizi
Status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok-kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat gizi yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri oleh Almatsier (dalam Pamularsih, 2009 : 7). Sedangkan menurut Beck (dalam Pamularsih, 2009 : 7 ) status gizi adalah status kesehatan yang dihasilkan dan keseimbangan antara masukan nutrien.
2. Cara pengukuran status gizi
a. Langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
1). Antropometri
Antropometri adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
2). Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi yang dapat dilihat pada jaringan epitel di mata, kulit, rambut, mukosa mulut dan organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
3) Biokimia
Pemeriksaan biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratorium yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh separti hati dan otot.
4). Biofisik
Pemeriksaan biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan strutur dan jaringan (Pamularsih, 2009 : 8-13).
b. Tidak langsung
1). Survey konsumsi makanan
Yaitu metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi Contoh: Recall 24 jam
2). Statistik Vital
Yaitu dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, data kesakitan dan kematian akibat-akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
3). Faktor Ekologi
Dengan mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya seperti: Iklim, tanah dan irigasi (Pamularsih, 2009 : 13-14)..
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
Faktor yang secara langsung mempegaruhi status gizi adalah asupan makan dan penyakit infeksi. Berbagai faktor yang melatarbelakangi kedua faktor tersebut misalnya faktor ekonomi, keluarga produktivitas dan kondisi perumahan Suhardjo (dalam Pamularsih, 2009 : 14)
Pamularsi (2009) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi:
a. Faktor Langsung
1) Konsumsi Pangan
Penilaian konsumsi pangan rumah tangga atau secara perorangan merupakan cara pengamatan langsung dapat menggambarkan pola konsumsi penduduk menurut daerah, golongan sosial ekonomi dan sosial budaya. Konsumsi pangan lebih sering digunakan sebagai salah satu teknik untuk memajukan tingkat keadaan gizi oleh Suhardjo (dalam Pamularsih, 2009 : 14).
2) Infeksi
Antara status gizi kurang dan infeksi terdapat interaksi bolak balik. Infeksi dapat menimbulkan gizi kurang melalui mekanismenya. Yang paling penting adalah efek langsung dari infeksi. Sistematik pada katabolisme jaringan menyebabkan kehilangan nitrogen. Meskipun hanya terjadi infeksi ringan sudah menimbulkan kehilangan nitrogen oleh Suhardjo (dalam Pamularsih, 2009 : 14).
b. Faktor Tidak Langsung
1) Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan sangat menentukan pola makan yang dibeli. Dengan uang tambahan, sebagian besar pendapatan tambahan itu untuk pembelanjaan makanan. Pendapatan merupakan faktor yang paling penting untuk menentukan kualitas dan kuantitas makanan, maka erat hubungannya dengan gizi .
2) Pengetahuan Gizi
Pengetahuan tentang gizi adalah kepandaian memilih makanan yang merupakan sumber zat-zat gizi dan kepandaian dalam mengolah bahan makanan yang akan diberikan. Pengetahuan tentang ilmu gizi secara umum sangat bermanfaat dalam sikap dan perlakuan dalam memilih bahan makanan. Dengan tingkat pengetahuan gizi yang rendah akan sulit dalam penerimaan informasi dalam bidang gizi, bila dibandingkan dengan tingkat pengetahuan gizi yang baik oleh Sajogyo (dalam Pamularsih, 2009 : 15).
3) Pendidikan
Suatu proses penyampaian bahan atau materi pendidikan oleh pendidik kepada sasaran pendidikan (anak didik) guna mencapai perubahan tingkah laku (tujuan). Pendidikan itu adalah suatu proses, maka dengan sendirinya mempunyai masukan dan keluaran. Masukan proses pendidikan adalah sasaran pendidikan atau anak didik yang mempunyai karakteristik, sedangkan keluaran proses pendidikan adalah tenaga atau lulusan yang mempunyai kualifikasi tertentu sesuai dengan tujuan institusiyang bersangkutan Oleh Madanijah (dalam Pamularsih, 2009 : 15).

C. Konsep Penampilan Puncak
1. Pengertian Penampilan Puncak
Penampilan puncak adalah penampilan optimum yang dapat dicapai seseorang hal ini merupakan bukan penampilan maksimum. Dalam konteks ini bisa jadi seorang atlet tidak tampak berusaha terlalu keras untuk memenangkan pertandingan namun apa yang dilakukan terlihat minim kesalahan dan tetap selalu membuahkan hasil seperti harapan Anshel (dalam Satiadarma, 2000 : 159)
2. Karakteristik Penampilan puncak
Ravizza (dalam Satiadarma, 2000 : 163) menjelaskan bahwa 80% atlet yang mengalami apa yang dikenal sebagai momentum besar olahraga melaporkan bahwa dalam kondisi mereka mengalami hal-hal seperti:
a. Hilangnya rasa takut, mereka tidak merasa takut untuk gagal
b. Tidak terlalu memikirkan penampilan
c. Terlibat secara mendalam didalam aktivitas olahraganya
d. Penyempitan dan pemusatan perhatian
e. Merasakan tidak terlalu berupaya, tidak memaksakan sesuatu berjalan dengan sendirinya
f. Merasakan demikian mudah untuk mengendalikan segalanya disorientasi waktu dan tempat, seolah-olah hal lain menjadi lebih lambat, dan peluang untuk melakukan sesuatau menjadi demikian besar.
g. Segala sesuatunya sepertinya demikian menyatu dan terintegrasi dengan baik
h. Perasaan akan adanya sesuatu keunikan yang berlangsung seolah-olah tanpa disadari, dan bersifat sementara.

Loehr (dalam Satiadarma, 2000 : 164) menambahkan bahwa “ perasaan para atlet saat bermain seperti kesetanan namun sangat terkendali. Mereka merasakan waktu bergerak sangat lambat sehingga mereka tidak harus terburu-buru dan segala sesuatunya terselesaikan dengan baik, mereka merasakan mampu berkosentrasi dengan demikian baiknya dan sangat menikmati aktivitas yang dilakukan”.
3. Elemen-elemen penampilan puncak
McCaffrey dan Orlick (dalam Gunarsa, 2000 : 167) menyimpulkan sejumlah elemen yang berperan besar pada atlet pada penampilan puncak mereka. Elemen-elemen tersebut meliputi.
a. Komitmen penuh. Dia bersungguh-sungguh dalam latihan dan berkeyakinan untuk meningkatkan potensi diri
b. Kualitas diatas kuantitas. Para atlet libih mementingkan kualitas dibandingkan dengan kuantitas latihan yang cenderung memperoleh hasil yang kurang maksimal.
c. Sasaran yang jelas. Dengan berlatih, mereka memiliki sasaran yang jelas tentang apa tujuan latihan yang mereka lakuakan.
d. Latihan “imagery” setiap hari. Hal ini akan mempertajam imaji yang ia bangkitkan serta gambaran menjadi rancangan gambar tindakan yang akan ia lakukan.
e. Memusatkan pikiran.
f. Menegnali situasi yang menekan.para atlet harus belajar memahami hal-hal yang harus mereka lakuakan pada saat mereka menghadapi situasi yang menekan.
g. Berlatih dan merencanakan mengikuti pertandingan
h. Memusatkan perhatian pada pertandingan yang akan diikuti.
i. Menggunakan stategi untuk mengendalikan gangguan
j. Melakuakan evaluasi pasca tanding
k. Memahami secara jelas perbedaan kondisi bermain baik dan bermain buruk.

BAB III
PEMBAHASAN

A. Aspek Psikologis yang Paling Berperan Penting dalam Penampilan Atlet
Psikologi olahraga bisa menjadi factor yang sangat penting dibandingkan factor lain, seperti fisik, tehnik dan strategi bahkan untuk kondisi tertentu, 90% keberhasilan seorang atlet sangat bergantung pada ketangguhan mental ini. citra mental dan strategi self-talk adalah dilaksanakan oleh atlet dalam rangka untuk mengatur gairah, mengurangi perilaku menyesuaikan diri, merekonstruksi negative pikiran, dan untuk meningkatkan konsentrasi seseorang dan focus (Peluso, dkk, 2005 : 544). Salah satu aspek mental tersebut diantaranya adalah kepercayaan diri atlet. Cox (dalam Sumber, terlapir) menegaskan bahwa “kepercayaan diri secara umum merupakan bagian penting dari karakteristik kepribadian seseorang yang dapat memfasilitasi kehidupan seseorang. Lebih lanjut dikatakan olehnya bahwa kepercayaan diri yang rendah akan memiliki pengaruh negative terhadap penampilan atlet”.
Hanya saja hal ini sangat disayangkan. Dikatakan demikian mengingat kenyataan bahwa pentingnya aspek kepercayaan diri atlet belum disadari olah para pelatih maupun pembina. Pengetahuan tentang kepercayaan diri yang didapat dalam proses pembinaan olahraga dan dalam proses latihan adalah sesuatu hal yang penting. Pelatih dalam hubungannya dengan atlet tanpa didukung pengetahuan tentang tingkat kepercayaan diri atlet dapat menjadi kendala dalam upayanya membina atlet untuk meraih prestasi puncak. Begitu juga atlet yang tidak bisa mengendalikan kepercayaan dirinya akan berdampak negatif.
Gould (dalam Sumber, terlapir) menegaskan bahwa “Rasa percaya diri memberikan dampak positif terhadap emosi, kosentrasi, sasaran, usaha strategi dan momentum”. Rasa percaya diri yang tinggi akan menjadikan atlet lebih tenang , ulet tidak mudah pata semangat, terus berusaha mengembangkan strategi, dan membuka berbagai peluang bagi atlet tersebut untukmemperoleh momentum atau saat yang tepat untuk bertindak (sumber, terlapir).

B. Beberapa Kandungan Gizi yang Seharusnya Dikonsumsi Atlet Sebelum, Sesaat dan Sesudah Latihan
1. Kandungan gizi yang dibutuhkan sebelum latihan
Makan sebelum melakukan exercise, berlawanan dengan melakukan exercise dalam keadaan berpuasa, telah dibuktikan memperbaiki performance. Makan atau snak yang dimakan sebelum pertandingan atau suatu latihan yang intensif harus membuat para atlet siap untuk aktifitas yang akan datang dan meninggalkan para individu tidak lapar atau tanpa ada makanan dalam perut yang tidak dicerna. Dengan demikian, bimbingan umum berikut untuk makan dan snak harus dipakai: cairan cukup harus dikonsumsi untuk memelihara hidrasi, makanan harus secara relative rendah lemak dan serat untuk memfasilitasi pengosongan gastric dan mengurangi penderitaan gastrointestinal, tinggi dalam karbohidrat untuk memelihara glukosa darah dan memaksimumkan penyimpanan glycogen, protein yang sedang, dan para atlet yang terbiasa. Meskipun beberapa studi telah menunjukkan bahwa suplementasi protein dalam sebelumnya dewasa terlatih melakukan perlawanan latihan tidak
memberikan manfaat dalam hal peningkatan jaringan ramping
accruement atau kekuatan Candow dkk (dalam Hoffman, 2007: 85), bukti tidak dukungan kebutuhan protein lebih besar untuk kekuatan
dan atlet daya dibandingkan dengan atlet ketahanan dan
penduduk menetap oleh Lemon (dalam Hoffman, 2007: 85)
Ukuran waktu dari makan sebelum melakukan exercise bersangkut-paut. Karena sebagian atlet tidak suka untuk bertanding dalam keadaan perut kenyang, makan lebih sedikit harus dilakukan mendekati pertandingan untuk mengosongkan gastric, di mana makan dengan jumlah yang lebih besar bisa dilakukan jika waktunya cukup sebelum melakukan exercise atau pertandingan. Jumlah dari carbohydrate yang terlihat untuk meningkatkan performance harus berkisar dari kurang lebih 200 hingga 300 g dari carbohydrate untuk makan yang dilakukan 3–4 h sebelum melakukan exercise. Studi melaporkan bahwa apakah tidak ada efek atau efek yang bermanfaat dari makan sebelum melakukan pertandingan terhadap performance. Data tidak jelas mengenai apakah indeks glisemik dari karbohidrat pada saat melakukan exercise sebelum makan memberi pengaruh kepada performance.
Walaupun bimbingan diatas aman dan efektif, kebutuhan Individu atlet harus ditekankan. Sebagian atlet mengkonsumsi dan menikmati makan mbanyak (contoh pancakes, jus, dan telor orak-arik) 2–4 h sebelum melakukan exercise atau pertandingan; numan, yang lain dapat mengalami kesukaran yang amat hebat pda gastrointestinal sesudah makanan tersebut dan ketergantungan terhadap makanan cairan. Atlet harus selalu memastikan bahwa mereka mengetahui dapat yang terbaik untuk mereka dengan melakukan eksperimen dengan makananmakanan dan minuman-minuman baru pada saat mempraktekan sesi dan berencana kedepa untuk memastikan bahwa mereka akan mendapat akses terhadap makanan-makanan ini pada waktu yang tepat.
2. Kandungan gizi yang dibutuhkan Sesaat latihan
Penelitian yang dilakukan baru-baru ini menunjang manfaat dari konsumsi karbohidrat dalam jumlah yang diberikan pada minuman sport (6%–8%) terhadap endurance performance pada pertandingan yang berlangsung 1 h atau kurang, terutama pada atlet yang melakukan exercise pada pagi hari sesudah berpuasa salam malam pada saat tingkat glisogen hati dikurangi. Dengan memberi karbohidrat dari luar organ (exogenous carbohydrate) pada saat melakukan exercise membantu memelihara tingkat flukosa dan memperbaiki performance. Untuk pertandingan yang lebih lama, menkonsumsi 0.7g carbohydrates body weight (approximately 30–60 ) telah menunjukkan performance dengan jelas adanya daya tahan yang diperpanjang.
Menkonsumsi karbohidrat pada saat melakukan exercise lebih penting lagi dalam situasi dimana atlet tidak diisi dengan karbohidrat, tidak mengkonsum makananan sebelum melakukan exercise atau pemasukkan energy yang terbatas untuk tujuan hilang berat badan pemasukkan karbohdrat harus dimulai sesudah permulaan dari aktifitas; Dengan mengkonsumsi suatu jumlah karbohidrat yang di berikan dalam bentuk bolus (bentuk bulat khususnya untuk dikunyah) sesudah 2 jam exercise tidak seefektif dengan mengkonsmsi jumlah yang sama pada 15- hingga 20-menit interval selama melakukan aktifitas 2 h. Karbohidrat yang dikonsumsi haru menghasilkan glukosa utama; fructose sendiri tidak seefektif dan mungkin akan mengakibatkan diare, walaupun campuran dari glukosa dan fruktosa, gula lain yang sederhana dan other simple sugars and maltodextrins, kelihatannya efektif.
Jika jumlah keseluruhan dari karbohidrat dan cairan yang dikonsumsi, bentuk dari karbohidrat tidak terlihat bermasalah. Sebagian atlet mungkin memilih untuk memakai minimum sport, dimana yang lain mungkin memilih untuk mengkonsumsi suatu karbohidrat snak atau dan mengkonsumsi air. Seperti yang digambarkan ditempat lain dalam dokumen ini, pemasukkan cairan yang tepat juga esensial untuk untuk memelihara endurance performance.
4. Kandungan gizi yang dibutuhkan sesudah latihan
Waktu dan komposisi dari makanan atau snak sesudah pertandingan atau sebelum melakukan exercise tergantung dari kepanjangan dan intensitas dari sesi exercise (contoh, apakah terjadi penipisan dari glikogen) dan kapan latihan intensif yang lain akan terjadi. Sebagai contoh, sebagian para atlet akan menyelesaikan suatu marathon dengan penyimpanan glikogen yang menipis, dimana penipisan tersebut berkurang sesudah melakukan 90-menit latihan berlari. Karena para atlet yang bertanding dalam suatu marathon kemungkinannya tidak melakukan perlombaan lain atau kerja keras dalam satu hari. Waktu dan komposisi dari makanan sesudah melakukan exercise tidak terlalu kritis untuk para atlet ini. Sebaliknya, seorang triathlete ikut serta dalam suatu lari yang dilakukan selama a 90-menit dipagi hari dan suatu 3 jam latihan balapan di sore hari membutuhkan pemulihan antara sesi sesi latihan. Makanan sesudah latihan menjadi sangat penting dalam pencapaian gol ini.
Waktu pemasukkan karbohidrat sesudah melakukan exercise mempengaruhi glycogen synthesis sesudah jangka pendek. Konsumsi karbohidrat selama 30 menit sesudah melakukan exercise (1.0–1.5 g carbohydrateIkgj1 ada 2 jam intervals hingga 6 h seringkali direkomendasikan) menghasilkan tingkat glikogen yang lebih tinggi sesudah melakukan exercise daripada pada saat penundaan penkonsumpsian untuk 2 jam. Ini adalah sesi latihan yang intensif untuk mempraktekkan waktu pemberian bahan gizi menggantikan glikogen agar dapat memberi karbohidrat yang cukup untuk dikonsumsi pada saat masa 24-h sesudah masa exercise yang pendek . Namun demikian, menkomsi suatu makanan atau snak diakhir exercise mungkin menjadi penting untuk para atlet untuk mencapai karbohidrat harian dan gol energy.
Tipe dari karbohidrat yang dikonsumsi juga mempengaruhi postexercise glycogen synthesis. Pada saat melakukan perbandingan gula yang sederhana glukosa dan sukrosa terlihat sama-sama efektif pada saat dikonsumsi dengan kisaran 1.0–1.5 gIkgj1 berat badan selama 2 jam; fructose, sendiri tidak terlalu efektif. Sehubungan dengan konsumsi makanan penuh karbohidrat dengan indeks glisemik yang tinggi menghasilkan tingkat glikogen otot yang lebih tinggi 24 jam sesudah melakukan exercise glikogen yang menipis seperti perbandingan yang dilakukan dengan jumlah karbohidrat yang sama yang diberikan sebagai makanan dengan indeks glisemik yang rendah.

C. Kebutuhan Cairan bagi Atlet Sepakbola
Selain memenuhi kebutuhan energi, atlet sepakbola juga diharuskan untuk memperhatikan ketersediaan cairan di dalam tubuh agar dapat terhindar dari dehidrasi terutama saat berlangsungnya latihan/pertandingan. Dehidrasi yang disebabkan oleh berkurangnya cairan dari dalam tubuh akibat dari keluarnya keringat juga merupakan faktor yang menjadi penyebab menurunnya performa olahraga. Saat berolahraga, berkurangnya cairan tubuh melalui keluarnya keringat dan uap air dalam proses pernafasan walaupun hanya sebesar 2-3% dapat menyebabkan terjadinya penurunan performa hingga 10%. Sehingga tidak hanya mengkonsumsi cairan pada masa istiraharat setelah selesainya babak pertama, atlet sepakbola juga harus memperhatikan konsumsi cairannya pada saat sebelum, saat sedang latihan/pertandingan berlangsung dan setelah selesainya latihan/pertandingan.
Bergantung terhadap kondisi lingkungan dan intensitas pertandingan, atlet sepakbola dalam satu pertandingannya diperkirakan dapat mengalami pengurangan cairan tubuh melalui keluarnya keringat sebanyak 0.85-4.5 L. Kehilangan cairan tubuh sebesar 0.85 L ini tercatat dalam pertandingan yang dilakukan pada suhu lingkungan rendah yaitu 13 C dan kehilangan 4.5 L cairan tubuh tercatat dialami oleh salah seorang pemain tim nasional Denmark pada Piala Dunia 1986 di Meksiko, namun berbagai penelitian dalam bidang olahraga sepakbola mencatat bahwa secara rata-rata pemain sepakbola akan kehilangan cairan melalui keluarnya keringat sebanyak 2.0-2.5 L dalam satu pertandingannya.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Aspek psikologis yang paling berperan penting dalam penampilan atlet yaitu kepercayaan diri, kepercayaaan diri secara umum merupakan bagian penting dari karakteristik kepribadian seseorang yang dapat memfasilitasi kehidupan seseorang. Lebih lanjut dikatakan olehnya bahwa kepercayaan diri yang rendah akan memiliki pengaruh negative terhadap penampilan atlet
2. Kandungan Gizi yang Seharusnya Dikonsumsi Atlet
a. Sebelum latihan
Sebelum latihan atlet membutuhkan cairan cukup harus dikonsumsi untuk memelihara hidrasi, makanan harus secara relative rendah lemak dan serat untuk memfasilitasi pengosongan gastric dan mengurangi penderitaan gastrointestinal, tinggi dalam karbohidrat untuk memelihara glukosa darah dan memaksimumkan penyimpanan glycogen, protein yang sedang, dan para atlet yang terbiasa
b. Sesaat latihan
Saat latihan atlet membutuhkan karbohidrat, tentunya karbohidrat yang dikonsumsi haru menghasilkan glukosa utama; fructose sendiri tidak seefektif dan mungkin akan mengakibatkan diare, walaupun campuran dari glukosa dan fruktosa, gula lain yang sederhana dan other simple sugars and maltodextrins, kelihatannya efektif.

c. Sesudah latihan
Waktu dan komposisi dari makanan sesudah melakukan exercise tidak terlalu kritis untuk para atlet ini. Sesudah latihan atlit membutuhkan karbohitrat, hampir masa pada saat latihan Waktu pemasukkan karbohidrat sesudah melakukan exercise mempengaruhi glycogen synthesis sesudah jangka pendek. Konsumsi karbohidrat selama 30 menit sesudah melakukan exercise (1.0–1.5 g carbohydrateIkgj1 ada 2 jam intervals hingga 6 h seringkali direkomendasikan) menghasilkan tingkat glikogen yang lebih tinggi sesudah melakukan exercise daripada pada saat penundaan penkonsumpsian untuk 2 jam. Ini adalah sesi latihan yang intensif untuk mempraktekkan waktu pemberian bahan gizi menggantikan glikogen agar dapat memberi karbohidrat yang cukup untuk dikonsumsi pada saat masa 24-h sesudah masa exercise yang pendek . Namun demikian, menkomsi suatu makanan atau snak diakhir exercise mungkin menjadi penting untuk para atlet untuk mencapai karbohidrat harian dan gol energy.
3. Kebutuhan cairan pada atlet sepakbola bergantung terhadap kondisi lingkungan dan intensitas pertandingan, atlet sepakbola dalam satu pertandingannya diperkirakan dapat mengalami pengurangan cairan tubuh melalui keluarnya keringat sebanyak 0.85-4.5 L. Kehilangan cairan tubuh sebesar 0.85 L ini tercatat dalam pertandingan yang dilakukan pada suhu lingkungan rendah yaitu 13

B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi bahan pertimbangan para ilmuan olahrga untuk lebih meningkatkan kemampuan profesionalnya dalam melaksanakan kinerjanya agar dapat menciptakan atlit-atlit yang profesional dan berpotensi. Dan dalam integritas tertentu ilmuan olahraga harus paham bagaimana proses yang baik agar menghasilkan penampilan atlet seperti yang diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA
Bird, Stephen P. 2003. Creatine Supplementation and Exercise Performance: a brief review. Australia: Charles Sturt University. (http// www.jssm.org, di akses 23April 2010).

Devonport, T. J. 2006. Perceptions Of The Contribution Of Psychology To Success In Elite Kickboxing. UK: University of Wolverhampton. (http// www.jssm.org, di akses 23April 2010).

Devonport, Tracey J. 2005. Emotional States of Athletes Prior toPerformance-induced Injury. UK: University of Wolverhampton. (http// www.jssm.org, di akses 23April 2010).

Hoffman, J.R. dkk. 2007. Effects of protein supplementation on muscular performance and restinghormonal changes in college football player. USA: The College of New Jersey. (http// www.jssm.org, di akses 24April 2010).

Kerksick, Chad 2008. International Society of Sports Nutrition position stand: Nutrient Timing. USA: University of Oklahoma. (http://creativecommons.org di akses 23April 2010).

Mageau, Genevie` ve A. and Vallerand, Robert J. 2003.The Coach–athlete Relationship: a Motivational Model. Canada: Universite´ du Que´bec a` Montre´al. (http// www.jssm.org, di akses 24 April 2010).

McDowall, Jill Anne . 2007. Supplement use by young athletes. Canada: University of Prince Edward Island. (http// www.jssm.org, di akses 24April 2010).

Nuraga, Gerry. 2008. Pengertian sepakbola. (www.pengertian-sepak-bola.html di akses 10 Mei 2010)

Pamularsih,A. 2009. Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar Siswa di Sekolah Dasar Negeri 2 Selo Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. Karya Tulis ilmiah. Diploma III. Surakarta : Universitas Muhammadiah Surakarta.

Peluso, E.A. dkk. 2005. A Comparison of Mental Strategies duringAthletic Skills Performance. USA : Saint Louis University. (http// www.jssm.org, di akses 23April 2010).

Poermadarminta, WJS. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Ramana Y.V. 2004. comparison of training loads and physiological responses in Athletes: consideration of body weight implications. India: Indian Council of Medical Research. (http://www.asep.org. di akses 23April 2010)

Satiadarma, Monty P. 2000. Dasar-dasar Psikologi Olahraga. Jakarta: Puastaka Sinar Harapan

Schinke, Robert J. dan Tabakman, Joy. 2001. Reflective Coaching Interventions for Athletic Excellence. Canada: Wendover, Ontario Canada. (www.athleticinsight.com di akses 23April 2010).


, . 2009. Nutrisi dan Performance Athletic. Amirican Colage of Sport Medicine. (www.acsm-msse.org di akses pada 23 April 2010)


Lampiran I


Psikologi Olahraga
Article Index
Psikologi Olahraga

Page 2

Page 3

Page 4

Page 5

All Pages

Oleh: Yusuf, S.Ag
A. Pengertian Psikologi Olahraga
1. Apakah Psikologi Olahraga?
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya, mulai dari perilaku sederhana sampai yang kompleks. Perilaku manusia ada yang disadari, namun ada pula yang tidak disadari, dan perilaku yang ditampilkan seseorang dapat bersumber dari luar ataupun dari dalam dirinya sendiri.
Ilmu psikologi diterapkan pula ke dalam bidang olahraga yang lalu dikenal sebagai psikologi olahraga. Penerapan psikologi ke dalam bidang olahraga ini adalah untuk membantu agar bakat olahraga yang ada dalam diri seseorang dapat dikembangkan sebaik-baiknya tanpa adanya hambatan dan factor-faktor yang ada dalam kepribadiannya. Dengan kata lain, tujuan umum dari psikologi olahraga adalah untuk membantu seseorang agar dapat menampilkan prestasi optimal, yang lebih baik dari sebelumnya.
2. Mengapa Psikologi Olahraga Diperlukan dalam Olahraga?
Meningkatnya stres dalam pertandingan dapat menyebabkan atlet bereaksi secara negatif, baik dalam hal fisik maupun psikis, sehingga kemampuan olahraganya menurun. Mereka dapat menjadi tegang. denyut nadi meningkat, berkeringat dingin, cemas akan hasil pertandingannya, dan mereka merasakan sulit berkonsentrasi. Keadaan ini seringkali menyebabkan para atlet tidak dapat menampilkan permainan terbaiknya. Para pelatih pun menaruh minat terhadap bidang psikologi olahraga, khususnya dalam pengendalian stres.
Psikologi olahraga juga diperlukan agar atlet berpikir mengenai. mengapa mereka berolahraga dan apa yang ingin mereka capai? Sekali tujuannya diketahui, latihan-latihan ketrampilan psikologis dapat menolong tercapainya tujuan tersebut.
3. Bagaimanakah Psikologi Olahraga Dapat Membantu Atlet Agar Memiliki Mental yang Tangguh?
Mental yang tegar, sama halnya dengan teknik dan fisik, akan didapat melalui latihan yang terencana, teratur, dan sistematis. Dalam membina aspek psikis atau mental atlet, pertama-tama perlu disadari bahwa setiap atlet harus dipandang secara individual, yang satu berbeda dengan yang lainnya. Untuk membantu mengenal profil setiap atlet, dapat dilakukan pemeriksaan psikologis, yang biasa dikenal dengan “psikotes”, dengan bantuan psikometri.
Profil psikologis atlet biasanya berupa gambaran kepnbadian secara umum, potensi intelektual. dan fungsi daya pikimya yang dihubungkan dengan olahraga. Profil atlet pada umumnya tidak berubah banyak dari waktu ke waktu. Oleh karenanya, orang sering beranggapan bahwa calon atlet berbakat dapat ditelusun semata-mata dari profil psikologisnya. Anggapan semacam ini keliru, karena gambaran psikologis seseorang tidak menjamin keberhasilan atau kegagalannya dalam prestasi olahraga, karena banyak sekali faktor lain yang mempengaruhinya. Beberapa aspek psikologis dapat diperbaiki melalui latihan ketrampilan psikologis (diuraikan kemudian) yang terencana dan sistematis, yang pelaksanaannya sangat tergantung dari komitmen si atlet terhadap program tersebut.
B. Aspek-aspek Psikologis yang berperan dalam Olahraga
Pengaruh faktor psikologis pada atlet akan terlihat dengan jelas pada saat atlet tersebut bertanding. Berikut ini akan diuraikan beberapa masalah psikologis yang paling sering timbul di kalangan olahraga, khususnya dalam kaitannya dengan pertandingan dan masa latihan.
1. Berpikir Positif
Berpikir positif dimaksudkan sebagai cara berpikir yang mengarahkan sesuatu ke arah positif, melihat segi baiknya. Hal ini perlu dibiasakan bukan saja oleh atlet, tetapi terlebih-lebih bagi pelatih yang melatihnya. Dengan membiasakan diri berpikir positif, maka akan berpengaruh sangat baik untuk menumbuhkan rasa percaya diri, meningkatkan motivasi, dan menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Berpikir positif merupakan modal utama untuk dapat memiliki ketrampilan psikologis atau mental yang tangguh.
Pikiran positif akan diikuti dengan tindakan dan perkataan positif pula, karena pikiran akan menuntun tindakan. Sebagai contoh, jika dalam bermain bulutangkis terlintas pikiran negatif seperti, “takut salah, takut out, takut bola pukulannya tanggung” dan sebagainya, maka kemungkinan terjadi akan lebih besar. Karena itu cobalah dan biasakan untuk selalu berpikir positif, hindari yang negatif. Demikian juga dalam memberikan instruksi kepada atlet. Daripada mengatakan: “Kamu ini susah sekali sih diajarnya…, salah terus…! Awas, jangan berhenti sebelum bisa!”, lebih baik mengatakannya dengan cara yang positif walaupun maksudnya sama: “Ayo, coba lagi pelan-pelan, kamu pasti bisa melakukannya. Perhatikan, tangannya, begini… langkahnya, ke sini… kena bolanya, di sini… ayo dicoba”.
Sebagai pelatih, tunjukkan Anda percaya bahwa atlet Anda memiliki peluang untuk dapat berprestasi baik. Cemooh, celaan, dan kritik yang pedas yang tidak pada tempatnya, justru akan membuat atlet bereaksi negatif dan berakibat akan menurunkan motivasi yang diikuti dengan penurunan prestasi.
2. Penetapan Sasaran
Penetapan sasaran (goal setting) merupakan dasar dan latihan mental. Pelatih perlu membantu setiap atletnya untuk menetapkan sasaran, baik sasaran dalam latihan maupun dalam pertandingan. Sasaran tersebut mulai dan sasaran jangka panjang, menengah, sampai sasaran jangka pendek yang lebih spesifik.
Untuk menetapkan sasaran, ada tiga syarat yang perlu diingat agar sasaran itu bermanfaat, yaitu:
a. Sasaran harus menantang.
Sasaran yang ditentukan harus sedemikan rupa, sehingga atlet merasa tertantang untuk dapat mencapai sasaran tersebut.
b. Sasaran harus dapat dicapai.
Buatlah sasaran itu cukup tinggi, akan tetapi tidak terlalu tinggi. Atlet harus merasa bahwa sasaran yang ditetapkan itu dapat tercapai jika ia berusaha keras. Jika sasaran terlalu tinggi, sehingga atlet merasa mustahil dapat mencapainya, maka motivasi berlatihnya akan menurun. Demikian pula, jika sasaran tersebut terlalu mudah untuk dapat dicapai, maka atlet merasa tidak perlu berlatih keras karena ia akan dapat mencapai sasaran tersebut.
c. Sasaran harus meningkat.
Mulai dari sasaran yang relatif rendah, kemudian buatlah sasaran tersebut makin lama makin tinggi, semakin sulit tercapainya jika atlet tidak berlatih keras. Dalam setiap latihanpun biasakanlah selalu ada sasaran yang harus dicapai. Dan target yang bersifat umum, lalu uraikan lagi secara lebih spesifik. Dan target untuk suatu kompetisi jangka panjang, uraikan menjadi target atau sasaran jangka pendek, sampai target untuk setiap latihan. Sasaran yang ditetapkan tersebut, hendaknya juga ditetapkan kapan harus tercapainya, dan bagaimana pula cara mengukumya atau apa ukurannya secara objektif. Sedapat mungkin, buatkan grafik pencapaian sasaran tersebut agar terlihat jelas arah dan peningkatannya.
3. Motivasi
Motivasi dapat dilihat sebagai suatu proses dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu sebagai usaha dalam mencapai tujuan tertentu. Motivasi yang kuat menunjukkan bahwa dalam diri orang tersebut tertanam dorongan kuat untuk dapat melakukan sesuatu.
Ditinjau dari fungsi diri seseorang, motivasi dapat dibedakan antara motivasi yang berasal dan luar (ekstrinsik) dan motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri (intrinsik). Dengan pendekatan psikologis diharapkan atlet dalam setiap penampilannya dapat memperlihatkan motivasi yang kuat untuk bermain sebaik-baiknya, sehingga dapat memenangkan pertandingan.
Motivasi yang baik tidak mendasarkan dorongannya pada faktor ekstrinsik seperti hadiah atau penghargaan dalam bentuk materi. Akan tetapi motivasi yang baik, kuat, dan lebih lama menetap adalah faktor intrinsik yang mendasarkan pada keinginan pribadi yang lebih mengutamakan prestasi untuk mencapai kepuasan diri daripada hal-hal yang material.
Untuk mengembangkan motivasi intrinsik ini, peran pelatih dan orangtua sangat besar. Pelatih perlu melakukan pendekatan dan menumbuhkan kepercayaan diri pada atlet secara positif. Ajarkan atlet untuk dapat menghargai diri sendiri, oleh karena itu, pelatih harus memperlihatkan bahwa ia menghargai hasil kerja atlet secara konsekuen.
4. Emosi
Faktor-faktor emosi dalam diri atlet menyangkut sikap dan perasaan atlet secara pribadi terhadap diri sendiri, pelatih maupun hal-hal lain di sekelilingnya. Bentuk-bentuk emosi dikenal sebagai perasaan seperti senang, sedih, marah, cemas, takut, dan sebagainya. Bentuk-bentuk emosi tersebut terdapat pada setiap orang. Akan tetapi yang perlu diperhatikan di sini adalah bagaimana kita mengendalikan emosi tersebut agar tidak merugikan diri sendiri.
Pengendalian emosi dalam pertandingan olahraga seringkali menjadi faktor penentu kemenangan. Para pelatih harus mengetahui dengan jelas bagaimana gejolak emosi atlet asuhannya, bukan saja dalam pertandingan tetapi juga dalam latihan dan kehidupan sehari-hari. Pelatih perlu tahu kapan dan hal apa saja yang dapat membuat atletnya marah, senang, sedih, takut, dan sebagainya. Dengan demikian pelatih perlu juga mencari data-data untuk mengendalikan emosi para atlet asuhannya. yang tentu saja akan berbeda antara atlet yang satu dengan atlet lainnya.
Gejolak emosi dapat mengganggu keseimbangan psikofisiologis seperti gemetar, sakit perut, kejang otot, dan sebagainya. Dengan terganggunya keseimbangan fisiologis maka konsentrasi pun akan terganggu, sehingga atlet tidak dapat tampil maksimal. Seringkali seorang atlet mengalami ketegangan yang memuncak hanya beberapa saat sebelum pertandingan dimulai. Demikian hebatnya ketegangan tersebut sampai ia tidak dapat melakukan awalan dengan baik. Apalagi jika lawannya dapat menekan dan penonton pun tidak berpihak padanya, maka dapat dibayangkan atlet tersebut tidak akan dapat bermain baik. Konsentrasinya akan buyar, strategi yang sudah disiapkan tidak dapat dijalankan, bahkan ia tidak tahu harus berbuat apa.
Disinilah perlunya dipelajari cara-cara mengatasi ketegangan (stress mana- gement). Sebelum pelatih mencoba mengatasi ketegangan atletnya. terlebih dulu harus diketahui sumber-sumber ketegangan tersebut. Untuk mengetahuinya, diperlukan adanya komunikasi yang baik antara pelatih dengan atlet. Berikut ini dijelaskan secara terpisah mengenai aspek-aspek yang berkaitan dengan emosi.
5. Kecemasan dan Ketegangan
Kecemasan biasanya berhubungan dengan perasaan takut akan kehilangan sesuatu, kegagalan, rasa salah, takut mengecewakan orang lain, dan perasaan tidak enak lainnya. Kecemasan-kecemasan tersebut membuat atlet menjadi tegang, sehingga bila ia terjun ke dalam pertandingan maka dapat dipastikan penampilannya tidak akan optimal. Untuk itu, telah banyak diketahui berbagai teknik untuk mengatasi kecemasan dan ketegangan yang penggunaannya tergantung dari macam kecemasannya.
Sebagai usaha untuk dapat mengatasi ketegangan dan kecemasan, khususnya dalam menghadapi pertandingan, lakukanlah beberapa teknik berikut ini :
1. Identifikasikan dan temukan sumber utama dan permasalahan yang menimbulkan kecemasan.
2. Lakukan latihan simulasi, yaitu latihan di bawah kondisi seperti dalam pertandingan sesungguhnya.
3. Usahakan untuk mengingat, memikirkan dan merasakan kembali saat-saat ketika mencapai penampilan paling baik atau paling mengesankan.
4. Lakukan latihan relaksasi progresif, yaitu melakukan peregangan alau pengendoran otot-otot tertentu secara sistematis dalam waktu tertentu.
5. Lakukan latihan otogenik, yaitu bentuk latihan relaksasi yang secara sistematis memikirkan dan merasakan bagian-bagian tubuh sebagai hangat dan berat.
6. Lakukan latihan pernapasan dengan bernapas melalui mulut dan hidung serta secara sadar bernapas dengan menggunakan diafragma.
7. Dengarkan musik (untuk mengalihkan perhatian).
8. Berbincang-bincang, berada dalam situasi sosial (untuk mengalihkan perhatian).
9. Membuat pernyataan-pernyataan positif terhadap diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang diperlukan saat itu.
10. Lain-lain yang dapat mengurangi ketegangan.
6. Kepercayaan Diri
Dalam olahraga, kepercayaan diri sudah pasti menjadi salah satu faktor penentu suksesnya seorang atlet. Masalah kurang atau hilangnya rasa percaya diri terhadap kemampuan diri sendiri akan mengakibatkan atlet tampil di bawah kemampuannya. Karena itu sesungguhnya atlet tidak perlu merasa ragu akan kemampuannya, sepanjang ia telah berlatih secara sungguh-sungguh dan memiliki pengalaman bertanding yang memadai.
Peran pelatih dalam menumbuhkan rasa percaya diri atletnya sangat besar. Syarat untuk untuk membangun kepercayaan diri adalah sikap positif. Beritahu pemain di mana letak kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Buatkan program latihan untuk setiap atlet dan bantu mereka untuk memasang target sesuai dengan kemampuannya agar target dapat tercapai jika latihan dilakukan dengan usaha keras. Berikan kritik membangun dalam melakukan penilaian terhadap atlet. Ingat, kritik negatif bahkan akan mengurangi rasa percaya diri.
Jika pemain telah bekerja keras dan bermain bagus (walaupun kalah), tunjukkan penghargaan Anda sebagai pelatih. Jika pemain mengalami kekalahan (apalagi tidak dengan bermain baik), hadapkan ia pada kenyataan objektif. Artinya, beritahukan mana yang telah dilakukannya secara benar dan mana yang salah, serta tunjukkan bagaimana seharusnya. Menemui pemain yang baru saja mengalami kekalahan harus dilakukan sesegera mungkin dibandingkan dengan menemui pemain yang baru saja mencetak kemenangan.
7. Komunikasi
Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi dua arah, khususnya antara atlet dengan pelatih. Masalah yang sering timbul dalam hal kurang terjalinnya komunikasi yang baik antara pelatih dengan atletnya adalah timbulnya salah pengertian yang menyebabkan atlet merasa diperlakukan tidak adil, sehingga tidak mau bersikap terbuka terhadap pelatih. Akibat lebih jauh adalah berkurangnya kepercayaan atlet terhadap pelatih.
Untuk menghindari terjadinya hambatan komunikasi, pelatih perlu menyesuaikan teknik-teknik komunikasi dengan para atlet seraya memperhatikan asas individual. Keterbukaan pelatih dalam hal pogram latihan akan membantu terjalinnya komunikasi yang baik, asalkan dilakukan secara objektif dan konsekuen. Atlet perlu diberi pengertian tentang tujuan program latihan dan fungsinya bagi tiap-tiap individu.
Sebelum program latihan dijalankan, perlu dijelaskan dan dibuat peraturan mengenai tata tertib latihan dan aturan main lainnya termasuk sanksi yang clikenakan jika terjadi pelanggaran terhadap peraturan yang telah dibuat tersebut. Jadi, hindarilah untuk memberlakukan suatu sanksi yang belum pernah diberitahukan sebelumnya. Misalnya, seorang atlet minum Coca Cola dalam latihan, lalu dihukum oleh pelatih. Atlet tersebut bingung dan bertanya-tanya mengapa ia dihukum karena ia tidak pernah dijelaskan sebelumnya oleh pelatih bahwa dalam latihan dilarang minum minuman bersoda.
Demikian pula dalam hal pelaksanaanya. Peraturan yang sudah dibuat, haruslah dijalankan secara konsekuen. Artinya, jika seorang atlet dihukum karena melanggar peraturan tertentu, maka jika ada atlet lain yang melanggar peraturan yang sama ia pun harus mendapat hukuman yang sama. Demikian pula jika atlet yang sama melakukannya lagi di kemudian hari.
Pelatih pun perlu bersikap objektif dan berpikir positif. Bersikap objektif maksudnya adalah bersikap sesuai dengan kenyataan atau fakta apa adanya tanpa menyangkutpautkan dengan hal lain. Jika pelatih marah terhadap atlet karena misalnya si atlet datang terlambat dalam latihan, maka hukumlah atlet itu hanya atas keterlambatannya, jangan dihubungkan dengan hal-hal lain (ingat, hukuman tersebut harus sudah tertera dalam tata tertib latihan).
8. Konsentrasi
Konsentrasi merupakan suatu keadaan di mana kesadaran seseorang tertuju kepada suatu obyek tententu dalam waktu tertentu. Makin baik konsentrasi seseorang, maka makin lama ia dapat melakukan konsentrasi. Dalam olahraga, konsentrasi sangat penting peranannya. Dengan berkurangnya atau terganggunya konsentrasi atlet pada saat latihan, apalagi pertandingan, maka akan timbul berbagai masalah.
Dalam olahraga, masalah yang paling sering timbul akibat terganggunya konsentrasi adalah berkurangnya akurasi lemparan, pukulan, tendangan & tembakan sehingga tidak mengenai sasaran. Akibat lebih lanjut jika akurasi berkurang adalah strategi yang sudah dipersiapkan menjadi tidak jalan, sehingga atlet akhimya kebingungan, tidak tahu harus bermain bagaimana dan pasti kepercayan dirinya pun akan berkurang. Untuk menghindari keadaan tersebut, perlu dilakukan latihan berkonsentrasi.
9. Evaluasi Diri
Evaluasi diri dimaksudkan sebagai usaha atlet untuk mengenali keadaan yang terjadi pada dirinya sendiri. Hal ini perlu dilakukan agar atlet dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan dirinya pada saat yang lalu maupun saat ini. Dengan bekal pengetahuan akan keadaan dirinya ini maka pemain dapat memasang target latihan maupun target pertandingan dan cara mengukurnya. Kegunaan lainnya adalah untuk mengevaluasi hal-hal yang telah dilakukannya, sehingga memungkinkan untuk mengulangi penampilan terbaik dan mencegah terulangnya penampilan buruk.
Oleh karena itu, pelatih perlu menginstruksikan atletnya untuk memiliki buku catatan harian mengenai latihan dan pertandingan. Minta pemain untuk menuliskan kelemahan dan kelebihan diri sendiri, baik dalam segi fisik, teknik, maupun mental. Kemudian koreksilah jika menurut Anda sebagai pelatih ada hal-hal yang tidak sesuai atau ada yang kurang.
Biasakan agar atlet mengisi buku tersebut secara teratur. Ajak atlet untuk menuliskan di dalam bukunya hal-hal yang intinya sebagai berikut:
- Target jangka panjang, menengah, dan jangka pendek dalam latihan dan pertandingan.
- Sesuatu yang dilakukan dan dipikirkan sebelum latihan atau pertandingan.
- Suatu gerakan atau penampilan mengesankan.
- Catatan mengenai kelemahan dan kelebihan lawan yang akan dihadapi dan strategi enghadapinya.
- Hasil dan jalannya pertandingan.
- Hal yang mengganggu emosi atau membuat penampilan jadi buruk.
- Penghargaan yang didapat atas suatu keberhasilan.
Pastikan bahwa buku tersebut diisi secara teratur oleh setiap atlet. Namun perlu diingat bahwa pelatih jangan terlalu memaksa untuk membaca buku harian atlet. Biarkan itu menjadi bagian dan rahasia pribadi mereka. Yang perlu dipantau oleh pelatih adalah bahwa atlet mempunyai bahan bagi dirinya sendiri untuk melakukan evaluasi.
C. Persiapan Pertandingan
Setelah atlet dilatih baik fisik, teknik, strategi, maupun mentalnya dengan program latihan yang tepat, maka untuk menguji hasil latihannya adalah dengan lterjun ke dalam pertandingan. Tentunya diharapkan bahwa setiap pemain akan dapat menampilkan seluruh kemampuannya yang didapat dan latihan. Namun acapkali pemain tampil di bawah form, artinya ia tidak dapat menampilkan seluruh kemampuan yang dimilikinya pada saat pertandingan.
Untuk mengatasi hal seperti di atas, perlu diciptakan situasi yang mendukung yang tercapainya prestasi optimal dan dilakukan perwapan mental untuk menghadapi suatu pertandingan agar si atlet dapat menampilkan seluruh kemampuannya, sehingga tercapailah prestasi puncak.
Ada empat tahap penting dalam persiapan menuju pertandingan, yaitu
(1). Sebelum hari pertandingan
(2). Pada hari pertandingan
(3). Saat pertandingan
(4). Setelah hari pertandingan.
Berikut uraiannya dalam contoh persiapan pertandingan bulutangkis:
1. Sebelum Hari Pertandingan
1. Kumpulkan data mengenai kekuatan dan kelemahan lawan. Jika memungkin- kan, putarlah rekaman pertandingannya. Kemudian susunlah strategi untuk menghadapinya. Untuk pemain ganda, diskusikan strategi tersebut dengan pasangannya.
2. Pantau kemajuan atlet, baik fisik maupun mentalnya dengan memperhatikan bagaimana tingkat konsentrasinya, bagaimana irama, timing, power, dan kelancaran menjalankan ketrampilannya serta sikapnya terhadap latihan secara umum.
3. Pantau tingkat kecemasan atlet dengan melihat ekspresi wajahnya apakah cerah atau murung: apakah sinar matanya letih atau segar dan awas. Juga perhatikan suasana hatinya, bagaimana kualitas tidur dan makannya, apakah ia mengalami faktor-faktor psikosomatis seperti sakit perut, nyeri otot, sesak nafas, demam, batuk, keringat dingin, dan sebagainya.
4. Pada saat tidak latihan, pastikan bahwa atlet tidak “hidup dan berpikir” mengenai pertandingannya 24 jam sehan. Berikan aktivitas yang menyenangkan bagi dirinya yang dapat memberikan suasana gembira, sehingga ia bisa mengalihkan pikirannya sejenak dari pertandingan.
5. Satu hari menjelang pertandingan, biasanya cukup latihan ringan saja dan tidak perlu berada di lapangan terlalu lama. Pada malam hari sebelum bertanding, tidurlah pada saat yang tepat, tidak perlu tidur terlalu cepat. Sebelum tidur, lakukan latihan relaksasi dan visualisasi. Jika pertandingan besok dilakukan pagi atau siang hari, siapkan alat-alat perperlengkapan pertandingan, termasuk baju ganti dan perlengkapan cadangan malam ini juga agar esok tidak terburu-buru. Pastikan semua dalam keadaan baik.
2. Pada Hari Pertandingan
1. Bangun tidur pada saat yang tepat, malamnya harus tidur cukup dan tidak berlebihan. Kemudian lakukan aktivitas rutin kebiasaan sehari-hari, seperti sembahyang, berdoa, stretching, sarapan (perhatikan kapan harus makan dan apa yang harus dimakan), latihan relaksasi dan visualisasi, memeriksa kembali perlengkapan pertandingan termasuk cadangannya. Mulailah hari ini dengan gembira, optimis, dan berpikir positif.
2. Berangkatlah ke tempat pertandingan pada saat yang tepat. Perhitungkan jarak ke tempat pertandingan, bagaimana mencapainya, kemacetannya dan sebagainya. Tidak perlu berangkat terlalu cepat, namun jangan sampai terlambat, sehingga tidak ada waktu untuk istirahat, penyesuaian dan pemanasan.
3. Di tempat pertandingan pelatih perlu mengenali atlet mana yang berada didekat teman-temannya dan mana yang lebih suka menyendiri. Pastikan di lapangan mana atlet yang akan bertanding, jangan lupa melapor panitia. Untuk pertandingan pertama, pastikan atlet sudah hapal dimana letak ruang ganti, WC, ruang kesehatan, tes doping, tempat ganti senar, dan sebagainya.
4. Sambil melakukan pemanasan, atlet hendaknya meningkatkan level `semangat’ dlan tetap berpikir positif. Pelatih dapat mengingatkan strategi yang akan diterapkan secara sekilas. Lakukan stroke dengan penuh konsentrasi yang kemudian dapat dilanjutkan dengan’visualisasi clan relaksasi.
3. Saat Bertanding
Saat bertanding tiba, bukan waktunya lagi untuk memikirkan teknik memukul atau bagaimana harus melangkah. Itu semua sudah dilatih dalam latihan dan sudah dihayati dalam visualisasi. Sekarang saatnya tinggal mengulang-ulang kejadian yang sudah divisualisasikan dan melakukannya sesuai dengan situasi saat ini. Sekarang adalah saatnya melakukan konsentrasi penuh hanya pada bola dan jalannya pertandingan.
Anjurkan atlet untuk:
1. Memantau clan menyesuaikan tingkat kecemasan, lakukan relaksasi.
2. Pusatkan perhatian semata-mata hanya terhadap permainan yang sedang dijalani. Kesalahan yang baru atau pernah terjadi, clan yang mungkin terjadi jangan dihiraukan.
3. Berpikir positif dan optimis, jangan biarkan pikiran-pikiran negatif.
4. Jangan terlalu banyak menganalisa.
5. Bermainlah dengan irama sendiri, jangan terbawa irama lawan.
6. Menjalankan strategi yang telah disiapkan. Jangan diubah jika strategi itu berjalan. Lakukan evaluasi singkat, jika strategi tidak jalan, lakukan penyesuaian dengan alternatif strategi yang sudah dipersiapkan.
7. Hindari hal-hal negatif seperti, menyalahkan diri sendiri secara berlebihan, berbicara terhadap diri sendiri berlebihan, berpikir negatif, meragukan kemampuan clan menyerah sebelum pertandingan selesai.
8. Jika bermain bagus, jangan bertanya mengapa clan mengganti apapun; biarkan berjalan demikian. Jangan mengendor jika sedang leading (memimpin pertandingan), clan tidak perlu kasihan jika lawan mendapat angka nol.
4. Setelah Hari Pertandingan
1. Mintalah atlet mencatat hal-hal posisitf maupun negatif yang dirasa berpengaruh terhadap penampilannya dalam pertandingan tadi. Bukan hanya yang bersifat teknik, taktik, clan strategi, tetapi juga yang bersifat mental, bahkan hal-hal kecil lainnya. Catat hasil tersebut dalam buku evaluasi si atlet.
2. Evaluasi penampilan dalam pertandingan tadi. Apakah mencapai sasaran?
3. Putuskan apakah perlu diadakan penyesuaian terhadap program latihan.
4. Pusatkan perhatian terhadap aspek-aspek positif dari penampilan dalam pertandingan.
D. Pelatih Sebagai Pembina Mental Atlit
Pelatih dalam olahraga dapat mempunyai fungsi sebagai pembuat atau pelaksana program latihan, sebagai motivator, konselor, evaluator dan yang bertanggung jawab terhadap segala hal yang berhubungan dengan kepelatihan tersebut. Sebagai manusia biasa, pelatih sama halnya dengan atlet, mempunyai kepribadian yang unik yang berbeda antara satu dengan lainnya. Setiap pelatih memiliki kelebihan dan kekurangan, karena itu tidak ada pelatih yang murni ideal atau sempura.
Dalam mengisi peran sebagai pelatih, seseorang harus melibatkan diri secara total dengan atlet asuhannya. Artinya, seorang pelatih bukan hanya melulu mengurusi masalah atau hal-hal yang berhubungan dengan olahraganya saja, tetapi pelatih juga harus dapat berperan sebagai teman, guru. orangtua, konselor, bahkan psikolog bagi atlet asuhannya. Dengan demikian dapat diharapkan bahwa atlet sebagai seorang yang ingin mengembangkan prestasi, akan mempunyai kepercayaan penuh terhadap pelatihnya.
Keterlibatan yang mendalam antara pelatih dengan atlet asuhannya harus dilandasi oleh adanya empati dan pelatih terhadap atletnya tersebut.Empati ini merupakan kemampuan pelatih untuk dapat menghayati perasaan atau keadaan atletnya, yang berarti pelatih dapat mengerti atletnya secara total tanpa ia sendiri kehilangan identitas pnbadinya. Untuk mengerti keadaan atlet dapat diperoleh dengan mengetahui atau mengenal hal-hal penting yang ada pada atlet yang bersangkutan. Pengetahuan sekadarnya saia tidak cukup bagi pelatih untuk mengetahui keadaan psikologi atletnya. Dasar dan sikap mau memahami keadaan psikologi atletnya adalah pengertian pelatih bahwa setiap orang memiliki sifat-sifat khusus yang memerlukan penanganan khusus pula dalam hubungan dengan pengembangan potensinya.
Kepribadian seorang pelatih dapat pula membentuk kepribadian atlet yang menjadi asuhannya. Hal terpenting yang harus ditanamkan pelatih kepada atletnya adalah bahwa atlet percaya pada pelatih bahwa apa yang diprogramkan dan dilakukan oleh pelatih adalah untuk kebaikan dan kemajuan si atlet itu sendiri. Untuk bisa mendapatkan kepercayaan tersebut dari atlet, pelatih tidak cukup hanya memintanya, tetapi harus membuktikannya melalui ucapan, perbuatan, dan ketulusan hati. Sekali atlet mempercayai pelatih maka seberat apapun program yang dibuat pelatih akan dijalankan oleh si atlet dengan sungguh-sungguh.

Referensi :
1. Sarjono, Seni Bela Diri Pernapasan Fisik Dan Meta Fisik, PT. Grasindo, Anggota Ikapi, Jakarta, 2002.
2. Sumosardjuno, Sadoso, Petunjuk Praktis Kesehatan Olahraga, Jakarta Pustaka KGU, 1987.
3. PEDOMAN PRAKTIS BERMAIN BULUTANGKIS, Oleh: PB PBSI)











LAMPIRAN II
Kepercayaan Diri Atlet PON DIY Menghadapi PON XVI Di Palembang

1 komentar:

  1. Sebagai tambahan informasi bisa baca di link berikut ini : http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/2576/1/232.pdf

    BalasHapus